PSHTKUTAITIMUR.OR.ID , sangatta - Sebelum Kangmas H. Tarmadji Boedi Harsono, S.E Mangkat ( Wafat ) beliau sempat menuliskan wasiat kepada...
PSHTKUTAITIMUR.OR.ID, sangatta - Sebelum Kangmas H. Tarmadji Boedi Harsono, S.E Mangkat ( Wafat ) beliau sempat menuliskan wasiat kepada seluruh Kadhang SH Terate dimanapun berada. Berikut wasiat beliau kepada kita semua.
Fatwa Ketua Umum SH Terate Pusat
Madiun,
H. Tarmadji Boedi Harsono, S.E,
tentang Persaudaraan Menurut
Pandangan SH Terate
1. Persaudaraan Luhur
Persaudaraan yang diyakini dan
dianut oleh SH Terate adalah persaudaraan yang luhur, didasari rasa saling
sayang menyayangi, hormat menghormati dan bertanggung jawab. Persaudaraan yang
tidak memandang siapa aku dan siapa kamu, tidak dilandasi hegemoni keduniawian,
seperti drajat, pangkat dan martabat, juga bukan persaudaraan yang dibatasi
suku, ras, agama dan antargolongan.
2. Persaudaraan Sejati
Persaudaraan SH Terate adalah
persaudaraan sejati. Yakni persaudaraan murni yang lahir dari lubuk hati sanubari,
tanpa dilatarbelakangi oleh apa dan siapa. Persaudaraan yang lahir dari insan
yang sama-sama merasa senasib sepenanggungan. Persaudaraan yang lahir dari
kesadaran bahwa hakikat dirinya tidak berbeda dengan orang lain; yaitu berasal
dari Dzat yang sama, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Sebab SH Terate meyakini,
bahwa semua manusia yang hidup di muka bumi ini pada dasarnya sama. Titah
sakwantah . Makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
3. Persaudaraan Tunggal Banyu
Dalam tradisi masyarakat Jawa,
kita mengenal beberapa istilah sedulur (saudara). Antara lain, sedulur tunggal
ibu bapak (saudara kandung), keponakan (kemenakan), sedulur temu gedhe, sedulur
ipe (ipar), sedulur kadang katut (saudara ipar dari adik atau kakak), dan lain
sebagainya. Konsep paseduluran (persaudaraan) ini pada dasarnya terangkai dalam
sistem, hukum dan aturan yang berbeda-beda.
Sedangkan ditinjau dari sudut
etimologi ; kata “Persaudaraan” berasal dari bahasa Sanskrit.
“Sa-udara”,mendapat imbuhan “per-an” berarti hal bersaudara atau tentang tata
cara menggolong ikatan yang kokoh sebagai jelmaan “sa (satu)”, udara (perut)
atau kandungan. Ibarat manusia dilahirkan dari satu kandungan (perut) maka
mereka harus dapat bersatu padu secara tulus, dan selalu ingat akan awal
mulanya, (eling marang dalane).
Sementara jika ditinjau dari
susunan katanya, kata persaudaraan terdiri atas kata dasar “saudara” yang
mendapatkan prefik “per” dan sufik “an”. Dan jika ditinjau dari segi nosi,
konflik per-an pada kata “persudaraan” berarti membentuk kata tersebut menjadi
sebuah kata benda abstrak. Artinya, persaudaraan itu sendiri adalah abstrak
adanya. Dan hanya dapat dirasakan oleh orang yang menjalaninya. Selebihnya
hanya dapat dilihat dari sikap yang ditampilkan seseorang terhadap orang lain.
Bagaimana sistem persaudaraan di
SH Terate? Persaudaraan di SH Terate menganut sistem ”paseduluran tunggal
banyu”. Artinya utuh dan menyatu. Banyu atau air itu, ibaratnya, selalu menyatu
dan tak terpisahkan, sekalipun dibelah dengan pedang, ia akan menyatu kembali.
Meminjam istilah Jawa : ”Datan pinisah senajan tinebas pedang ligan” ( Tak akan
terbelah sekalipun ditebas dengan pedang).
4. Penjabaran Rasa Saling
Sayang Menyayangi
Pada dasarnya manusia yang hidup
di muka bumi ini umatnya Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Kita itu sama. Baik
manusia yang hidup di Indonesaia, Eropa, Amerika, di Malaysia, Timor Leste, di
Australia, sama. Toh, kita ini tidak minta lahir di mana pun, tiba-tiba lahir
di sini, jadi wong Amerika, jadi wong Jawa. Karena kita sama, sama-sama umat
Tuhan, maka harus saling sayang menyayangi. Tidak ada gunanya kalau kita saling
bermusuhan.
Rasa saling sayang menyayangi ini
harus diwujudkan dengan tindakan nyata. Tidak hanya diomongkan. Tidak hanya
dimimpikan. Sebagai misal, jika ada saudara kita sakit, maka kita harus ikut
prihatin. Kita sempatkan untuk besuk. Harus memberikan dorongan semangat agar
saudara kita yang sakit lekas sembuh.
Sebaliknya, jika mendengar
saudara kita mendapat kebahagiaan, harus ikut merasa senang. Jangan lantas iri,
dengki. Dalam bahasa jawa lebih dikenal dengan istilah “jiniwit katut”(ikut
merasakan sakit jika salah seorang di antara kita disakiti) atau “tiji tibeh,
yaji yabeh: mati siji mati kabeh, mulya siji mulya kabeh”(sama suka sama
rasa)
5. Cinta Tak Terbatas Sama
Dengan Pembunuhan
Harus diingat, rasa saling sayang
menyayangi itu ada batasnya. Cinta itu ada batasnya. Karena cinta yang tidak
ada batasnya sama dengan pembunuhan.
Contoh kasus, anak kita jatuh
sakit. Misalnya, sakit kanker ganas. Sudah puluhan dokter dan ahli pengobatan
alternative kita datangi dalam rangka ikhtiar. Akan tetapi anak tak kunjung
sembuh. Dokter lantas menyuruh anak dioperasi. Mendengar itu, sudah barang
tentu sebagai bapak, kita jadi deg-degan. Dengan operasi, berarti tubuh anak
tercinta, akan dibedah, dijahit.
Di sini jiwa bapak diuji. Bapak
akan merelakan anak yang dicintai dioperasi sebagai ikhtiar kesembuhan anak
atau membiarkan anak terus menerus digerogoti kanker. Kalau cinta bapak pada
anak tak terbatas, membabi-buta, maka bapak tidak akan merelakan anaknya
dioperasi. Sebaliknya, jika bapak menyadari bahwa cinta itu ada batasnya, maka
dengan keasadaran dan keyakinan serta kepasrahan kepada Tuhan, ia merelakan
dokter mengoperasi anaknya. Mengangkat tumor ganas dari tubuh anak. Harapannya,
agar anak tercinta bisa sembuh.
Soal setelah anak dioperasi,
ternyata gagal, itu urusan lain. Urusan Tuhan Yang Maha Esa. Karena mati itu
hukumnya wajib bagi makhluk hidup. Sebagai manusia kewajiban kita berikhtiar.
Soal hasilnya, kita serahkan pada Tuhan.
Dalam lambang SH Terate,
pengertian cinta itu ada batasnya disimbolkan dengan hati berwarna putih,
berbatas merah.
6. Penjabaran Saling Hormat
Menghormati.
Pada hakikatnya, kehidupan
manusia ini hanya melaksanakan tugas yang telah digariskan Tuhan. Manusia
tinggal menjalani apa yang sudah dikapling-kapling oleh Tuhan. Ada yang jadi
guru, masinis, jendral, pengusaha dan lain sebagainya.
Menyadari bahwa status kita ini
hanya kaplingan Tuhan, hanya titipan yang suatu saat pasti diambil oleh Yang
Punya, lalu apa gunanya kita ini sombong, iri, dengki, jahil, methakil. Apa
gunanya kita saling melecehkan satu dengan yang lain, saling bermusuhan, saling
gontok-gontokan (bertengkar).
Menyadari bahwa status yang kita
sandang ini hanya titipan Tuhan, maka tugas kita, harus saling hormat
menghormati.
Penghormatan dan penghargaan
terhadap eksistensi manusia dan kemanusiannya ini harus kita pegang teguh.
Sebab, pada hakikatnya manusia ini tidak akan mampu hidup sendiri. Manusia
hidup di muka bumi ini saling membutuhkan. Sebab, setiap individu punya kelebihan
dan kekurangan. Contoh, berapa puluh orang yang ikut andil untuk membuat baju
yang sekarang kita pakai ini? Sekalipun saudara itu seorang ahli perancang
busana, apakah saudara mampu membuat pakaian untuk dipakai saudara sendiri?
Saeorang perancang busana hanya
ahli di bidang mendisain mode pakaian. Tapi, benang, kapas sebagai bahan baku
benang, mesin jahit, listrik yang digunakan untuk menjahit, juga jarum mesin
jahit yang saudara gunakan, apakah semuanya saudara buat sendiri tanpa bantuan
orang lain?
Contoh lain, berapa puluh orang
pula yang ikut andil untuk memproduk makanan yang kita komsumsi tiap hari? Kata
lain, dalam hidup ini kita selalu butuh bantuan orang lain, sesuai dengan
kelebihan dan kekurangan kita masing-masing.
7. Penjabaran Saling Bertanggung Jawab
Agar persaudaraan yang telah
terjalin di SH Terate tetap utuh, maka persaudaraan itu harus didasari rasa
saling bertanggung jawab. Tidak ada dalam konsep paseduluran (persaudaraan)
yang bertanggung jawab itu hanya ketua atau pengurus. Karena SH Terate ini
organisasi paseduluran, semuanya harus ikut bertanggung jawab. Yakni, saling
bertanggung-jawab terhadap apa yang telah diajarkan, diyakini, dan diamalkan.
Karena pertanggung-jawaban dalam
konteks paseduluran adalah tanggung jawab moralitas terhadap apa yang telah
diperbuat oleh pribadi masing-masing. Siapa berbuat, harus berani bertanggung
jawab. Ini konsekuensi logis dari konsep ajaran Setia Hati. Setia pada dirinya
sendiri.
8. Tidak Ada Istilah Mantan Saudara di SH
Terate
Persaudaraan di SH Terate itu
tidak dilatarbelakangi apa pun dan juga tidak bisa dipengaruhi oleh siapa pun.
Malah dalam beberapa kasus, tatarannya kadang-kadang lebih berat sedulur
tunggal banyu ketimbang sedulur tunggal bapak ibu.
Sedulur tetap sedulur (saudara
tetap saudara). Karena itu, di SH Terate tidak ada istilah mantan sedulur.
Sekali masuk di SH Terate, selama itu pula kita harus tunduk, patuh serta taat
pada aturan di SH Terate. Kalau kita membuat ulah sendiri, cindra janji
(melanggar larangan atau pepacuh), berarti kita melanggar sumpah sendiri. Kalau
kita cidra janji sama artinya kita berkhianat pada diri sendiri.
9. Mangro Tingal
Mangro tingal itu artinya
bersikap mendua, berkeyakinan ganda atau bekepala dua. Sanepan dalam bahasa
Jawa-nya “mBang cinde mbang ciladan”. Kata lebih keras dan tajam untuk menyebut
pengertian ini adalah munafik.
Mangro tingal,merupakan sikap
yang tidak terpuji. Sebab sikap ini akan membuat seseorang menjadi tidak punya
prinsip yang tetap dan selalu berubah ubah. Biasanya, cenderung mencai enaknya.
Pokok lebih enak dan menguntungkan, itu yang dipegang. Sisi lain yang dirasa
tidak enak, dibuang, disingkirkan.
Ibarat suami, mangro tingal ini
seperti halnya suami yang beristri dua. Dalam kondisi tertentu, seorang yang
beristri dua, pasti akan ngrasani sana sini. Jika beada di depan istri pertama,
ia akan ngrasani kejelekan istri kedua. Sebaliknya, ia akan membicarakan
kejelekan istri kedua, jika ada di depan istri pertama.
Dampak mangro tingal, akan
menjauhkan seseorang pada nilai nilai keluhuran budi dan tidak memiliki jiwa
ksatria dan jauh dari kesetiaan.Sikap ini jelas akan membahayakan diri sendiri
dan kelompoknya. Karena, seseorang yang mangro tingal, dia tidak akan bisa dipercaya
dan tidak bisa menjaga atau menyimpan rahasia. Selain itu, seorang yang mangro
tingal, ia akan dengan mudah cidra janji (mengingkari janji) karena dalam
jiwanya telah tumbuh bibit bibit kemunafikan. Dan salah satu sifat seorang yang
menafik, jika dipercaya pasti dia akan berkhianat.
Sadar akan kelemahan dan bahaya
tersembunyi dati sikap mangro tingal ini, SH Terate menempatkan mangro tingal
sebagai salah satu klausul pelanggaran pepacuh. Tidak hanya itu, SH Terate juga
menempatkan warga yang mangro tingal pada posisi cidra janji (ingkar janji).
Sebab, SH Terate mengajarkan nilai nilai ke-setia hatian-an dan keluhuran budi.
Sikap mangro tingal, sangat bertentangan dengan nilai nilai kesetiaan dan
keluhuran budi.
10. Sanksi Pelanggaran Pepacuh
Jika warga SH Terate cidra janji
(melanggar pepacuh), sekalipun secara organisatoris SH Terate diam, karena
mungkin tidak kamanungsan (tidak ada orang yang tahu), yakinlah, dampaknya akan
menimpa diri kita sendiri. Sapa nandur bakal ngundhuh (siapa menanam akan
memetik buahnya).
Jadi, sanksi terhadap pelanggaran
pepacuh atau pelanggaran sumpah di SH Terate terkait dalam konteks ini,
sebenarnya adalah sanksi moral. Karena, konteksnya memang berada di ranah
normatif. Karena itu, saya tegaskan, setiap warga SH Terate harus memahami
betul apa makna persaudaraan di SH Terate ini.
Lalu bagaimana kalau ada saudara
kita yang cidra janji? Tugas kita adalah mengingatkan. Konteksnya, saling
menghamat-hamati. Jika dielingake (diingatkan) masih belum sadar, karena
mungkin masih lupa, kita ingatkan lagi. Satu, dua kali, tiga kali, kita
ingatkan belum juga mau sadar, terpaksa kita tinggalkan dulu. Jika saudara kita
yang cidra janji itu kebetulan pegang jabatan dalam kepengurusan, sementara
diistirahatkan dulu. Tapi tetap kita rangkul dan kita ingatkan. Jangan
dimusuhi. Sebab sejelek apa pun, dia itu saudara kita, yang punya hati nurani.
Kemudian kita doakan dengan sebuah keyakinan, bahwa, pada saatnya, dia pasti
akan sadar.
11. SH Terate Tidak Bicara Soal Tingkatan
Persaudaraan di SH Terate tidak
berbicara soal tingkatan. Tingkatan dalam pelajaran SH Terate, hanya
diberlakukan pada sistem pengajaran. Tujuannya untuk mempermudah proses
penyampaian informasi atau pelajaran.
Dalam proses belajar mengajar,
memang terdapat perbedaan muatan pelajaran. Pelajaran tingkat satu, berbeda
dengan tingkat dua, pelajaran tingkat tiga berbeda dengan pelajaran yang
diberikan pada tingkat satu dan dua. Misalnya, tingkat satu nek gegeran
antem-anteman ( tingkat satu kalau berkelahi pukul-pukulan). Karena isone mung
antem-anteman (Bisanya pukul-pukulan). Gak kenek tangane, sikile (Tidak dapat
tangannya, kakinya). Tapi kalau tingkat dua, gak enek gelut (Tidak ada istilah
berkelahi). Tabu bagi tingkat dua gawe susahe wong (membuat susah orang lain,
mencelakai orang lain). Tingkat II itu harus mampu menjadi contoh dan mampu
menjalankan ajaran SH sedalam-dalamnya.
Jurus Tingkat II hanya 15. Nek
sambung pasangan ngisor (Kalau sambung pasangannya bawah). Pasangannya rendah.
Artinya, watak orang itu harus andhap asor (santun). Tidak boleh sombong.
Jadi warga Tingkat II itu harus
mampu memberi contoh suriteladan pada adik-adiknya. Bersikap santun dan mampu
memberikan pengayoman pada masyarakat.
12. SH Terate Jangan Dibawa ke Mana-Mana
Tapi Biarkan Ada di Mana-Mana
Saya sering mengatakan, SH Terate
itu merupakan sosok organisasi paseduluran yang memiliki nilai spesifik dan
unik. Ia tidak bisa dibawa ke mana-mana. Tidak bisa di bawa ke pemerintahan,
organisasi masa, organisasi politik dan organisasi yang lain. Karena yang
dibangun di SH Terate itu konsep paseduluran (persaudaraan). Maka saya meminta,
SH Terate ini jangan dibawa ke mana-mana. Tapi biarkan SH Terate ada di
mana-mana.
13. Cinta Kasih Sesama Manusia
Yang dikembangkan di SH Terate
ádalah cinta kasih sesama manusia. Cinta kasih yang berangkat dengan hati tulus
dan bersih. Dan, dengan hati yang bersih itu pula kita dengan lantang
mengatakan, yang benar adalah benar, yang salah adalah salah. Dengan hati tulus
dan bersih itu kita berjuang membela kebenaran dan memberantas kemungkaran.
Kalau kita hayati benar ajaran
ini, hidup ini ayem tentrem. Saya sering mengatakan, orang SH Terate itu tidak
mau diperintah, tidak mau diatur, tapi kita akan tunduk pada aturan dan hukum
yang berlaku. Misalnya, kalau hita hidup di lingkungan ya kita harus tunduk
aturan dan hukum di lingkungan. Kalau kita hidup di sebuah negara ya kita harus
tunduk dan patuh pada aturan dan hukum negara.
14. Ojo Seneng Gawe Ala Ing Liyan, Apa Alane
Gawe Seneng Ing Liyan
SH Terate mengajak warganya untuk
guyup rukun. Ojo seneng gawe ala ing liyan apa alane gawe seneng ing liyan
(Jangan suka membuat susah atau mencelakai orang lain, apa jeleknya membuat
senang orang lain).
Yang diajarkan oleh SH Terate itu
guyup rukun. Tidak suka membuat susah orang lain (Aja sok gawe susah ing liyan)
tapi setiap saat kita harus siap dan ikhlas membuat orang lain terayomi,
membuat orang lain bahagia (Apa alane gawe seneng ing liyan).
Jangan mempunyai prasangka buruk
terhadap orang lain. Jangan iri, dengki, jahil methakil, dakwen salah open.
Semua sifat itu harus dihindari. Artinya, kita harus berpikiran positif dan
setiap saat ikhlas memancarkan cinta kasih kepada sesama. Kalau bisa menghayati
ajaran ini, kita akan bisa hidup ayem tentrem di SH Terate.
Dalam ajaran SH Terate, bila
antarsesama warga telah mencapai kadar persaudaraan semacam ini, dikatakan
bahwa kita sudah “ketemu rose” (bertemu rasa-nya).
15. Arti Sanepan Lumah Kurepe
Ron Suruh (Penampang Sirih)
Kita ibaratkan kemudian, bahwa
persaudaraan dalam SH Terate adalah persaudaraan yang dalam “sanepan”
dikatakan: “Kadya lumah kurepe ron suruh. Dinulu seje rupane, nanging ginigit
tunggal rasane” (Seperti penampang daun sirih. Jika dilihat beda rupanya, akan
tetapi jika digigit sama rasanya).
Ojo sok gawe olo ing liyan.
Sebab, kalau kita membuat susah orang lain, kasihanlah. Logikanya begini, dalam
mengarungi kehidupan, orang itu belum tentu bahagia. Ibaratnya, hidup ini saja
spekulasi. Kalau kita buat orang itu susah kan kasihan. Karena kesusahan orang
itu jadi dobel. Ini hakikatnya.
16. Jangan Menghina Mahluk Tuhan
Kemudian, kalau kita mau merenung
lebih dalam lagi, manusia itu, baik kaya, miskin, tampan, jelek, semua ciptaan
Tuhan. Kalau kita membuat susah orang lain, sama artinya kita melecehkan
ciptaan Tuhan. Tidak menghargai ciptaan Tuhan. (Pertanyaan yang harus dikedepankan)
Kalau kita membuat susah orang lain, sekalipun orang itu tidak marah, karena
mungkin segan atau takut pada kita, apakah Tuhan, yang membuat orang itu, akan
diam? Apakah Tuhan tidak marah karena ciptaannya kita lecehkan?
17. Jalani Hidup Ini Dengan Rasa Syukur
Jangan melihat kehidupan ini
hanya satu sisi. Jangan melihat orang dari harta, drajat, pangkatnya saja. Kita
harus melihat kodratnya manusia menjalani hidup ini. (Yakni), setiap orang
pasti akan menghadapi kendala, menghadapi rintangan. (Sebaliknya) setiap
orang juga sama-sama diberi
anugrah. Tugas kita sebenarnya hanya sensyukuri apa pun yang diberikan Tuhan
pada kita. Kedua, selalu berdoa agar hidup kita ini bahagia.
Seneng (bahagia) sendiri, secara
lahiriah bukan berarti kita ini harus sugih mblegedug (kaya raya). Sebab
kekayaan tidak diukur dengan materi. Ibaratnya sugih tanpa banda. Kalau saya
boleh memilih, saya lebih suka cukup sajalah.
Contohnya, tukang mbubuti suket
(pencari rumput). Dia akan bisa hidup dengan tentram kalau kebutuhannya
tercukupi. Atau, dia sendiri merasa kebutuhannya cukup dan bisa mensyukuri
nikmat. Karena belum tentu, kalau kita jadi presiden, jadi ratu, terus merasa
cukup.
Nah, kalau kita membuat orang
lain seneng, kita juga akan seneng. Seneng itu bermacam-macam. Bukan berarti
kita menyenangkan orang lain itu dengan memberikan bantuan. Tidak harus. Tapi,
kita bisa berikan mereka pengayoman, kedamaian, sehingga mereka merasa
terayomi.
Kalau kita bisa hidup
berdampingan dan membuat orang lain itu seneng, maka ibaratnya, kita sudah
menanam benih kehidupan. Wong kang nandur bakal ngundhuh (Orang yang menanam
akan memetik buahnya). Sapa sing miwiti bakal mungkasi (Siapa berbuat dia akan
menerima akibat dari perbuatannya). Kalau kita membuat orang lain seneng, maka
kita juga akan dicintai orang lain. Kita akan dicintai Tuhan. Sehingga hidup
ini nikmat. Kita bisa hidup damai berdampingan dengan tetangga dan lingkungan.
18. Harus Bisa Mengukur Diri Sendiri
Perbedaan dan persaingan itu
wajar. Karena manusia itu universal. Punya kelebihan dan kekurangan. Karena
itu, kita harus mampu mengukur diri sendiri. Jangan bandingkan saya dengan
presiden. Apalagi jika alat ukurnya kebendaan. Jauh itu. Kekayaan saya dengan
presiden tidak akan sebanding.
Tapi yakinlah, kebahagiaan dan
kesedihan manusia itu sama. Saya dan presiden sama-sama menginginkan
kebahagiaan. Juga sama-sama sering merasa sedih. Setiap manusia hidup mengalami
masa-masa bahagia dan kesedihan. Yang berbeda takarannya. Yang berbeda hanya
nilai-nilai kebendaan saja. Itu pun hanya sesaat. Dan itu semua ada batasnya.
Seorang tukang becak akan merasa bahagia sekali jika setelah ia bekerja
nggenjot (mengayuh) becak seharian, mendapat rejeki seratus ribu rupiah. Tapi
presiden? Apa cukup seorang presiden hidup dengan seratus ribu sehari?
19. Koreksi Diri Sendiri Sebelum
Mengoreksi Orang Lain
Sebelum mengkritik orang lain,
tolong koreksi dirimu sendiri. Apakah aku ini sudah patut. Minimal patut
menjadi contoh dan suriteladan di tingkat keluarga. Kalau di tingkat keluarga
sudah baik, kemudian di tengah lingkungan. Sesudah itu di tengah-tengah
masyarakat luas.
Sebelum ngrasani atau mengkritik
orang lain, mari kita kenali diri sendiri. Sehingga paling tidak orang SH
Terate harus bisa instropeksi. ”Lho lho nek ngono aku iki elek, nek aku dewe
elek ngopo aku ngelokake wong, wong aku dewe yo elek.(Lho, kalau begitu aku ini
jelek. Kalau aku sendiri masih jelek, kenapa aku mengkritik orang lain, wong,
aku sendiri masih jelek).
20. Tugas Kita Menjaga Keutuhan
Persaudaraan
Tugas dan kewajiban kita di SH
Terate adalah menjaga persaudaraan yang telah kita yakini ini demi terwujudnya
kedamaian dan kelestarian dunia (Mamayu hayuhning bawana).
Persaudaraan ini, akan tetap utuh
kalau kita ini tidak merasa, aku sing paling kuat, aku sing paling pinter aku
sing paling ngerti (Adigang, adigung, adiguna). Kita dididik penuh
kesederhanaan. Status yang kita sandang saat ini hanya titipan sementara. Dan,
itu tidak akan berpengaruh di dalam paseduluran (persaudaraan).
Namun demikian, perlu saya
tegaskan, tolong esensi persaudaraan ini jangan disalah artikan. Persaudaraan
yang sudah “ketemu rose” jangan dirusak. Harus dipahami dan dihayati serta
dilaksanakan dengan benar.
Persaudaraan yang tidak memandang
siapa “aku” dan siapa ”kamu” itu bukan berarti tanpa batasan. Tidak memandang
siapa “aku” dan siapa “kamu” itu tolong jangan “digebyah uyah”
Sebab Persaudaraan di SH Terate
itu adalah persaudaraan yang tetap menjujung tinggi “unggah-ungguh”, tata krama
atau sopan santun, sesuai dengan norma dan budaya bangsa.
21. Tidak ada Istilah Guru dan
Murid Dalam SH Terate
Karena prinsip dasar ajaran SH
Terate itu persaudaraan maka dalam proses pembetukan jatidiri warga di tubuh SH
Terate, yang direalisasikan dengan latihan pencak silat, tidak ada istilah guru
dan murid. Yang ada hanyalah hubungan antara saudara tua dan muda. Kakak dan
adik.
Korelasinya, saudara yang lebih
“muda” harus menghormati saudara “tua”. Istilahnya; adik harus menghormati
kakak-kakaknya. Sopan dan santun. Sebaliknya, kakak harus menyayangi
adik-adiknya, harus bisa memberikan contoh dan teladan yang baik. Tidak boleh
semena-mena. Tidak boleh merasa paling senior, kemudian bertindak semaunya
sendiri.
Karena itu, tradisi panggilan di
SH Terate yang ada hanya dua panggilan. Kakak atau Mas dan Adik atau Dik.
Mas-Mas kita dulu, sering menggunakan panggilan kepada adik-adiknya dengan cara
di balik. ”Dik” dibalik jadi ”Kid”. Sekalipun begitu, mereka tetap santun.
Bahkan, Mas Imam (RM Imam Koesoepangat) memberi contoh penghargaan dan rasa
kasih sayang kepada adik-adiknya ini dengan”basa” (memakai krama inggil dalam
tataran dialog Bhs Jawa, pen) saat berbicara.
22. “Rukun Nanging Ora Kumpul”
dan “Ya Kumpul Ya Rukun”
Dalam jalinan Persaudaraan Setia
Hati Terate, kitamengenal dua kemungkinan terjalinan rasa persaudaraan dalam
proses keberadaan hidup kita. Kemungkinan pertama adalah “Rukun Nanging Ora
Kumpul”. Sedangkan kemungkinan kedua “Ya Kumpul Ya Rukun”.
Sebagai contoh, seorang diantara
saudara kita, karena suatu tugas yang diamanatkan kepadanya harus pergi dan
berpisah meninggalkan kita. Maka dengan tulus, kita harus merelakan
kepergiannya. Lain waktu, karena tugas dan tanggung jawab, kita harus pergi
jauh meninggalkan saudara-saudara kita, dan kita pun harus pergi dengan niat
dan tekad utama. Ibaratnya, “aluwung orang kumpul nanging rukun tinimbang
kumpul nanging ora rukun”(leboih baik tidak berkumpul tetapi rukun daripada
berkumpul tetapi tidak rukun). Sebab, PSHT menitikberatkan pada jalinan
persaudaraan yang tulus dan rukun daripada kumpul. Artinya, meskipun kita
terpisahkan oleh ruang dan waktu, tetapi jiwa kita tetap menyatu. Kalau bisa,
“Ya Kumpul Ya Rukun” (berkumpul dalam satu wadah dan rukun).
23. Sistem Kontrol Persaudaraan
(Saling menghambat-hambati)
Lantas kini, timbul satu
pertanyaan; bagaimanakah agar kerukunan itu dapat terpelihara dengan baik?
Formulanya adalah, kita harus kembali menjaga dan membina persaudaraan yang
merupakan inti dari kerukunan itu sendiri. Salah satu wujud pembinaan dalam upaya
menjaga persaudaraan itu, diantaranya adalah saling menghamat-hamati.
Kemauan untuk saling
menghamat-hamati, ini merupakan sistem kontrol dari dan untuk Keluarga Besar
PSHT. Dalam istilah yang lebih populer sering disebut sebagai “waskat”
(pengawasan melekat).
Artinya, masing-masing personel
yang berada di dalam wadah Persaudaraan Setia Hati Terate secara aktif harus
bisa melakukan pengawasan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap yang
lain. Dengan sistem kontrol ini, setiap anggota harus berani memberikan nasihat
atau teguran jika mendapati salah seorang saudaranya melakukan kesalahan atau
keluar dari rel yang telah digariskan. Dengan catatan jangan mencari-cari
kesalahan. Kalau terpaksa kita harus memberikan teguran, sampaikan dengan persuasif
atau teguran yang bersifat mendidik (among rasa).
24. Berdosa Tanpa Berbuat
Membiarkan seseorang melakukan
kekeliruan, padahal kita tahu bahwa akibat dari tindakan keliru itu akan
membahayakan orang itu sendiri, berarti secara tidak langsung kita ikut
menjerumuskan orang tersebut ke jurang kenistaan. Lain kata, kita ikut
menanggung dosa atas perbuatan orang itu. Dalam Persaudaraan Setia Hati Terate
dikenal dengan istilah “dosa tanpa berbuat”.
Maka yang terbaik bagi kita
adalah katakan yang sebenarnya jangan yang sebaiknya dan katakan yang benar
sekalipun itu pahit. Berikan peringatan jika melihat saudara kita melakukan
kekeliruan, ketimbang membiarkan saudara sendiri terjerumus ke lembah kenistaan
(tega larane ora tega patine).
Sebaiknya, bagi anggota yang
merasa melakukan kekeliruan dengan tulus harus bisa menerima nasihat itu.
Jangan lantas membenci saudaranya yang memberi teguran. Ini mengingat bahwa
tidak ada manusia yang sempurna. Manusia itu tak luput dari kekhilafan dan kekeliruan.
Melihat kelemahan diri sendiri lebih sulit ketimbang mencari kekeliruan orang
lain. Dalam pepatah sering dikatakan “gajah di pelupuk mata tak terlihat, kuman
di seberang lautan tampak jelas”.
25. Platform SH Terate Bukan Pencak Silat
Tapi Paseduluran
Platform SH Terate paseduluran.
Jadi, jangan dibalik. Pencak silat jadi platform, paseduluran belakangan. Tidak
begitu. Kalau begitu, akan buyar pasedulurane. (Akan hancur persaudaraannya)
SH Terate itu, organisasi
pelestari budaya bangsa. Tapi orangnya, orang yang beriman bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Ibaratnya, kita ini dekat kepada Allah swt.
Kini saatnya SH Terate berubah,
kembali ke jatidiri dan menunjukkan jatidiri. Tapi harus diingat, platformnya
adalah paseduluran. Kalau kita mengejar prestasi dalam olah raga pencak silat,
kita harus paham bahwa pencak silat itu olah raga bela diri adiluhung warisan
leluhur yang tetap menjunjung tinggi sopan dan santun. Menjunjung tinggi keluhuran
budi.
COMMENTS